Nama
model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini sering disebut
dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model ini adalah model yang
muncul pertama kali yaitu sekitar tahun 1970 sehingga sering dianggap kuno,
tetapi merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software Engineering
(SE). Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan urut mulai dari
level kebutuhan sistem lalu menuju ke tahap analisis, desain, coding, testing /
verification, dan maintenance. Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap
yang dilalui harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan.
Sebagai contoh tahap desain harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu
tahap requirement. Secara umum tahapan pada model waterfall dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar
di atas adalah tahapan umum dari model proses ini. Akan tetapi Roger S.
Pressman memecah model ini menjadi 6 tahapan meskipun secara garis besar sama
dengan tahapan-tahapan model waterfall pada umumnya. Berikut adalah penjelasan
dari tahap-tahap yang dilakukan di dalam model ini menurut Pressman:
·
System /
Information Engineering and Modeling.
Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang
akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat
software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti
hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition.
·
Software
Requirements Analysis. Proses
pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk
mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer
harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang
dibutuhkan, user interface, dsb. Dari 2 aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan
sistem dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
·
Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan
diatas menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding
dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan
pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka proses ini juga
harus didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software.
·
Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah
komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat
dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding.
Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara teknis nantinya
dikerjakan oleh programmer.
·
Testing /
Verification. Sesuatu yang dibuat
haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi
software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
·
Maintenance. Pemeliharaan suatu software diperlukan, termasuk di
dalamnya adalah pengembangan, karena software yang dibuat tidak selamanya hanya
seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada errors kecil yang tidak
ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-fitur yang belum ada pada
software tersebut. Pengembangan diperlukan ketika adanya perubahan dari
eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem operasi, atau
perangkat lainnya.
Mengapa model ini sangat
populer??? Selain
karena pengaplikasian menggunakan model ini mudah, kelebihan dari model ini
adalah ketika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikan secara utuh,
eksplisit, dan benar di awal project, maka SE dapat berjalan dengan baik dan
tanpa masalah. Meskipun seringkali kebutuhan sistem tidak dapat didefinisikan
seeksplisit yang diinginkan, tetapi paling tidak, problem pada kebutuhan sistem
di awal project lebih ekonomis dalam hal uang (lebih murah), usaha, dan waktu
yang terbuang lebih sedikit jika dibandingkan problem yang muncul pada
tahap-tahap selanjutnya.
Meskipun demikian, karena model
ini melakukan pendekatan secara urut / sequential, maka ketika suatu tahap
terhambat, tahap selanjutnya tidak dapat dikerjakan dengan baik dan itu menjadi
salah satu kekurangan dari model ini. Selain itu, ada beberapa kekurangan
pengaplikasian model ini, antara lain adalah sebagai berikut:
·
Ketika problem
muncul, maka proses berhenti, karena tidak dapat menuju ke tahapan selanjutnya.
Bahkan jika kemungkinan problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan
sebelumnya, maka proses harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini
tidak muncul. Hal-hal seperti ini yang dapat membuang waktu pengerjaan SE.
·
Karena pendekatannya
secara sequential, maka setiap tahap harus menunggu hasil dari tahap
sebelumnya. Hal itu tentu membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian lain
tidak dapat mengerjakan hal lain selain hanya menunggu hasil dari tahap
sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali model ini berlangsung lama
pengerjaannya.
·
Pada setiap tahap
proses tentunya dipekerjakan sesuai spesialisasinya masing-masing. Oleh karena
itu, ketika tahap tersebut sudah tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga
tidak terpakai lagi. Oleh karena itu, seringkali pada model proses ini
dibutuhkan seseorang yang “multi-skilled”, sehingga minimal dapat membantu
pengerjaan untuk tahapan berikutnya.
Menurut
saya, tahapan-tahapan model ini sudah cukup baik dalam artian minimal untuk
melakukan SE, maka harus ada tahapan-tahapan ini. Tahapan-tahapan ini jugalah
yang digunakan oleh model-model yang lain pada umumnya. Ada filosofi yang
mengatakan sesuatu yang sukses diciptakan pertama kali, maka akan terus dipakai
di dalam pengembangannya. Hal ini juga berlaku pada waterfall model ini.
Mungkin dapat dikatakan bahwa inilah standar untuk melakukan SE.
Akan
tetapi, yang mungkin menjadi banyak pertimbangan mengenai penggunaan dari model
ini adalah metode sequential-nya. Mungkin untuk awal-awal software diciptakan,
hal ini tidak menjadi masalah, karena dengan berjalan secara berurutan, maka
model ini menjadi mudah dilakukan. Sesuatu yang mudah biasanya hasilnya bagus.
Oleh karena itu model ini sangat populer. Akan tetapi, seiring perkembangan
software, model ini tentu tidak bisa mengikutinya. Yang menjadi kelemahan
adalah pada pengerjaan secara berurutan tadi, seperti yang sudah saya utarakan
sebelumnya. Kelemahan-kelemahan yang lain juga sudah saya utarakan di atas,
atau bahkan masih ada yang lainnya.
Dari
sini, nantinya akan dikembangkan model-model yang lain, bahkan ada tahap
evolusioner dari suatu model proses untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tadi.
Meskipun secara tahapan masih menggunakan standar tahapan waterfall model.
Kesimpulannya adalah ketika suatu project skalanya sedang mengarah kecil bisa
menggunakan model ini. Akan tetapi kalau sudah project besar, tampaknya
kesulitan jika menggunakan model ini.
Sumber
: